Promosi Kesehatan Kok Gitu-Gitu Aja Sih!

In Case You Forget, Dib
5 min readAug 1, 2020

--

Nonton web series atau film streaming online pasti seru banget. Berbeda dengan sinetron Indonesia yang bisa mencapai ratusan episode. Web series biasanya hanya dikemas kurang dari 20 episode. Selain untuk tujuan komersial lewat promosi produk/ brand tertentu, sama seperti cerita pada umunya web series juga memiliki lesson learn.

Salah satu web series yang terkenal pada tiga tahun lalu adalah keluaran brand produk TS Februari 2017. Web series produksi IP ini mencatut dua pemain papan atas, Tika Bravani dan Dion Wiyoko. Penonton bisa menikmati web series ini di channel Youtube dengan durasi 12–15 menit untuk setiap episodenya. Kurang lebih ada sekitar 9 episode. Cukup singkat bukan?

Baru-baru ini pemerintah disibukkan dengan upaya preventif untuk menekan penyebaran COVID19 yang hingga sekarang belum menunjukkan penurunan angka penderita yang signifikan. Apalagi sekarang sudah mendapat silver button.

Berbagai upaya seperti promosi kesehatan gencar dilakukan, termasuk mengundang salah satu konsultan kesehatan terkenal dr. Reisa dan beberapa aktris papan atas untuk mempromosikan hidup sehat ala new normal.

Sebagai warga muda biasa, gua mengakui cara ini terbilang cerdas. Sekilas mengingatkan pada upaya promosi kesehatan sebagai salah satu tameng utama upaya preventif dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Semoga kedepannya lebih banyak public figure yang berkolaborasi dengan pemerintah untuk melakukan promosi kesehatan berkolaborasi dengan pemegang kebijakan publik.

Namun, sebagai mahasiswa medika yang pernah belajar langsung tentang promosi kesehatan, gua pikir banyak cara yang lebih efektif dan efisien buat dilakukan. Sebelumnya mari kita mengenal sedikit apa itu promosi kesehatan (promkes), dan bagaimana kaitannya dengan si “Sore”.

Promosi kesehatan (promkes) merupakan upaya atau proses pemberdayaan masyarakat (yang didukung kebijakan publik) agar masyarakat dapat memiliki perilaku memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya. Istilah ini dimulai sejak tahun 2000 dan lebih dikenal dengan penyuluhan kesehatan.

Menurut Keleher (2007) terdapat 10 area promosi kesehatan, salah satunya adalah. Beberapa promote social responsibility of health media mainstream yang sering digunakan promkes adalah dalm bentuk diskusi, iklan media, koran, artikel, dan lainnya.

Karena sifatnya sistematis, secara teori yang diajarkan pas kuliah, promkes membutuhkan kompetensi dan petunjuk umum saat untuk melaksanakannya. Seperti perencanaan dan evaluasi kegiatan promkes hingga adanya infrastruktur atau fasilitas dan jaringan. Identifikasi target promkes menjadi langkah utama dalam melaksanakan kegiatan tersebut.

Nah, di sini mulai paham kan kenapa di awal gua bilang kalau kolaborasi artis dan selebritis bisa gak jadi efektif dan efisien. Selain karena ngeluarin duit (buat ngebayar akomodasi artis), kolaborasi ini juga gak ada parameter monev-nya (monitoring evaluasi) sejak awal, dan kompetensi para artis tersebut pun tak memenuhi kriteria sebagai promotor.

Iya, gua tahu mereka punya banyak follower, tapi itu kan tidak bisa dijadikan target spesifik promkes. Percaya deh, mereka (followers) bakal lebih suka nonton si artis heboh bareng keluarganya cari sensasi sana-sini dibandingkan ketika mereka melakukan penyuluhan cuci tangan yang benar.

Jadi agak rancu kalau ini disebut bagian dari promosi kesehatan. Ini baru hipotesis gua ya. Jangan langsung baper dan nyolot sana sini. Budayakan baca sampai selesai wahai netizen budiman.

Tahun 1997, Deklarasi Jakarta bertema Partnership for Health Promotion New Players for New Era menetapkan prioritas promkes abad 21 menjadi 4 bagian. Salah satunya, yaitu meningkatkan tanggung jawab sosial dalam kesehatan.

Selanjutnya kita juga mengenal 5 cara untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam sebuah tujuan, salah satunya adalah dengan strategi perubahan perilaku. Nah, di sinilah kita dapat mengambul perspektif baru dari adanya web series ini.

Terlepas dari kisah cinta romantis yang menjadi fokusan oleh beberapa reviewer film, sebagai seorang mahasiswa medika sudah seyogiayanya gua melihat dari sisi lebih keren dikit. Semoga bisa kelihatan intellect. Satu hal lagi, abaikan soft-selling yang sangat kental terlihat dalam web series ini.

Belakangan ini memang marak sekali penggunaan content marketing dalam bentuk soft-selling lewat media hiburan dan informasi, tak terkecuali web series. Kalau pakai iklan youtube, mah bakal tetap di-SKIP. Maklum saja, namanya alat komunikasi pemasaran, jadi ya tidak salah bila digunakan untuk memperkuat dan mendongkrak market value sebuah brand.

Membahas sedikit tentang brand marketing TS kali ini memang menarik. Dalam penelitian karya anak yujiyem 2018 lalu menyebutkan merek ini memang ditujukan bagi konsumen laki-laki dan perempuan muda dewasa yang peduli pada kesehatan jangka panjang dengan memberikan produk yang alami dan lezat.

Selain itu, web series kini dinilai menjadi salah satu content marketing yang mampu memproyeksikan identitas brand dengan pendekatan emosional, serta memberikan nilai hiburan dan kemudahan dalam mengonsumsi konten.

Bahkan dalam penelitian lain menyebutkan melalui hasil decoding penonton terhadap serial ini menghasilkan tiga hipotesis. Salah satu hipotesis adalah posisi dominan yang menjelaskan bahwa penonton sebagai pembaca teks media, memilih untuk menerjemahkan kode pesan web series ini sebagai strategi marketing brand TS untuk mengkampanyekan gaya hidup sehat.

Terdapat simpulan sederhana di sini, tak hanya tentang branding atau content marketing yang ada dalam sebuah web series. Pesan yang disampaikan di dalamnya juga berupa health promoting yang mampu digolongkan sebagai strategi perubahan perilaku untuk mempromosikan social responsibility of health melalui sentuhan emosional.

Terdapatnya pesan untuk hidup sehat disampaikan melalui dialog tokoh. Menerapkan gaya hidup sehat tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri sehingga memperoleh usia panjang.

Namun, juga untuk keluarga dan orang-orang terdekat. Dengan tidak merokok, mengurangi konsumsi alkohol, rutin berolahraga, hingga menghindari makan-makanan instant (fastfood) merupakan salah satu pesan yang disampaikan pada web series ini.

Hanya saja, seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam prinsip melakukan promkes. Pesan yang disampaikan web series berada pada tingkatan intra-individual hingga hubungan antar individu dengan melibatkan keluarga.

Padahal, dukungan di tingkat kelembagaan/institusional, tingkat komunitas, hingga kebijakan publik juga diperlukan untuk mengefisiensikan dan mengefetifkan tujuan dan misi promkes.

Pasalnya, tidak semua masyarakat Indonesia menyaksikan dan menelaah kritis web series ini. Apalagi hingga menerapkan semua pesan kesehatan yang tersirat di dalamnya. Sehingga penayangan web series “Sore” belum bisa dibilang sebagai upaya promosi kesehatan dalam artian sebenarnya.

Satu penelitian lain menyebutkan bahwa terpaan web series “Sore” tidak berpengaruh pada kecenderungan perilaku hidup sehat secara langsung. Hal ini bisa dimaklumi karena film hanya berdurasi 90 menit.

Akan tetapi, hal ini tidak menuntup kemungkinan pemerintah untuk melakukan promkes dengan gaya baru seperti sekarang ini. Tak hanya dengan mengajak gak cuma public figure dari industri hiburan seperti musik dan film. Namun, juga mengkolaborasikannya dengan pakar kesehatan, epidemiologi, dan lainnya untuk menakar efektifitas dan efisiensi dari sebuah promkes.

Ajakan secara kolektif dan efektif untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat di tengah pandemi sebagai upaya peningkatan tanggung jawab sosial dalam kesehatan.

Beberapa seniman, musisi, aktivis, hingga jurnalis juga telah mengampanyekan pola hidup sehat untuk mengurangi intensitas penyebaran COVID-19. Namun, karena belum ada parameter monev-nya lagi –lagi, aktivitas ini belum dapat dikatakan sebagai promkes ideal sehingga mampu menarget populasi tertentu.

Public figure dengan followers mereka, dikalikan dengan kompetensi dan kapasitas pakar kesehatan, ditambahkan dengan keleluasaan kebijakan pemerintah, kayaknya Indonesia lebih dari cukup untuk meningkatkan upaya promosi kesehatan yang efektif dan efisien. Tak sekedar mencantum iklan cuci tangan atau melaporkan angka penambahan kasus yang kini bahkan sudah dihapus dari layar kaca.

Selanjutnya tinggal membuat penelitian yang mendukung paragraf terakhir saya.

--

--