Tidak Ada Makan Siang Gratis

In Case You Forget, Dib
2 min readMar 25, 2022

--

Untuk pertama kalinya saya mencari prinsip-prinsip kode etik profesi gizi yang terdapat di Kepmenkes RI No 374/MENKES/SK/III/2007. Tepatnya pada halaman 9 sebuah typo tertangkap fokus saya. Terdapat kesalahan penulisan pada kata altruism, yang seharunya ditulis altruism.

Altruism, sebagian orang menyebutnya dengan kebalikan dari kata egois. Akan tetapi maknanya terlampau luas jika hanya ditempatkan hanya sebagai antonim. Terlebih wikipedia terlalu melebarkan konsep altruism kepada perhatian/tindakan yang hanya berorientasi pada orang lain tapi tidak sendiri. Karenanya saya memilih pendekatan sosiologi sebagai landasan berpikir altruism dalam khasanah etika dan moral profesi gizi.

Jika boleh jujur maka prinsip etika mahasiswa profesi tidak dapat dirangkai dalam satu kata khas, Altruism. Pertanyaan pertama adalah mengapa altruism penting dalam bahasan prinsip etika dan moral profesi. Dalam ranah sosiologi, kita sebagai manusia hidup dalam ‘a world of stangers’ dimana kehidupan masyarakat dunia ini dapat dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh pilihanpilihan kita. Pemilu mungkin dapat menjadi salah satu contoh jelasnya. Lebih dekat, adalah tentang pilihan untuk membantu atau diam saja. Terdengar sepele, tapi ini yang sebenarnya saya temui di depan mata.

Selama observasi saya menjumpai banyak kendala dalam pemorsian makanan dan snack. Jika sesuai dengan SPO maka hanya tenaga pramusaji yang seharusnya melakukan kegiatan pemorsian. Akan tetapi, semangat kesadaran dan rasa tanggung jawab akan kewajiban sebagai manusia terlihat dalam proses ini. Baik tenaga gizi ataupun ahli gizi, bahkan pramu masak yang baru saja menyelesaikan tugasnya turut membantu efisiensi pemorsian.

Mereka merupakan orang-orang yang rela mengorbankan tenaga dan waktu untuk mencapai pelayanan gizi yang optimal walaupun hal itu diluar jobdesk mereka. Jika sebagai penilai, mungkin saya akan menyarankan untuk perencanaan penambahan jumlah karyawan, tapi melihat kondisi pandemi yang bisa berubah kapan saja. Karenanya kita tidak bisa lagi secara sengaja membatasi tindakan moral, bahu membahu.

Hal ini kemudian yang menjadikan saya berkeyakinan penuh bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu wacana yang sebenarnya bukan peran ahli gizi saja, tetapi juga melibatkan satu kesatuan sistem instalasi yang saling melengkapi. Dengan demikian, tak pelak lagi altruism atau mengutamakan kepentingan bersama akan menjadi sangat penting utuk diajukan sebagai wacana etika moral profesi pada zaman kini, yang meliputi disiplin, tanggung jawab, professional, dan kejujuran.

Diambil dari Teks Refleksi Diri MGRS Penulis

--

--